|
Foto: Rofin Kopong |
"Partai
politik punya tugas menata kader-kader. Juga hadir di tengah masyarakat untuk
membuat orang paham. Paham tentang pemilu, paham tentang dampaknya. Lalu kalau
kemudian sudah selesai pemilu, tugas dia untuk melihat orang-orang yang dia
pilih dan dia dorong untuk dipilih menjadi anggota dewan itu bekerja benar atau
tidak, baik atau tidak. Itu tugas partai," kata Rofin Kopong saat hadir
menjadi pembicara di Kwaelaga-Lamawato pada Jumad, (12/4/2019).
Fungsi
ini, ungkap Kopong, belum berjalan baik selama ini. "Kenyataan di lapangan
malah sebaliknya. Kita bisa melihat, partai politik itu begitu mau pendaftaran
caleg, karena UU mensyaratkan kuota caleg perempuan harus 30%, mereka mencari
perempuan di kebun-kebun, atau di bak air umum. Mereka ditemui, dipanggil, dan
ditanyakan ijazahnya. Lalu minta persetujuan, mau tidak mereka menjadi
caleg," tuturnya di hadapan peserta kegiatan yang digelar Karang Taruna
Kwaelaga-Lamawato ini.
Kopong
lantas mengeluhkan kualitas caleg seperti ini. "Mereka mendatangi
perempuan yang selama ini tidak tahu apa-apa tentang menjadi anggota DPR,
dipanggil untuk memenuhi syarat. Karena kalau caleg perempuan tidak ada, maka
mereka semua tidak bisa jadi dewan."
Modus
seperti ini, ungkap Rofin, tidak hanya berlaku untuk caleg perempuan. "Ada
pula laki-laki yang menganggur, sarjana yang pulang ke kampung, mereka
banyak dicari dan dibujuk untuk jadi caleg supaya memenuhi kuota jumlah caleg
di dapil."
Ulah
partai yang mengabaikan kualitas kader, bagi Rofin, bertentangan dengan
perhatian dari pemerintah melalui kucuran anggaran."Partai politik yang
punya kursi di DPRD seperti PDIP, GERINDRA, PPP, mereka setiap tahun
menerima uang daerah yang jumlahnya cukup besar. Ada peraturan daerah
yang mengatur tentang pemberian dana kepada partai politik itu. Yang paling
besar Golkar dan PDIP. Yang paling kecil PPP."
Dana
yang diterima Parpol tersebut, ungkap Rofin, dimaksudkan untuk mengadakan
kegiatan pembinaan. "Parpol kumpul kader dan orang-orangnya untuk dikasih
pelatihan, untuk dikasih pembinaan. Tapi mana, tidak pernah ada. Tidak tahu
uang itu lari ke mana. Tapi kemudian laporannya jelas," ungkap Rofin.
(Teks: Dokumentasi, Edit: Simpet)